23 WNA di Depok Dideportasi Selama 2017

Kantor Imigrasi Depok melakukan penindakan terhadap warga negara asing (WNA) yang melanggar keimigrasian. Sepanjang 2017 hingga 18 Desember, Kantor Imigrasi Depok telah mendeportasi sebanyak 23 WNA.

“Yang dideportasi tentunya WNA yang berkaitan dengan pelanggaran keimigrasian atau ada yang sudah menjalani masa hukuman karena melakukan tindak pidana umum dari Rutan/Lapas kemudian tindakan kami mendeportasi yang bersangkutan,” ujar Kepala Kantor Imigrasi Depok Dadan Gunawan kepada detikcom, Selasa (19/12/2017).

Sementara di tahun 2017, Kantor Imigrasi Depok mencatat ada 45 WNA yang dikenakan biaya beban karena overstay. “Ada orang asing yang melanggar batas izin tinggal (overstay) selama kurang dari 60 hari, dia wajib membayar biaya beban. Denda per harinya itu Rp 300 ribu,” lanjut Dadan.

Untuk menindak para WNA yang melanggar keimigrasian, Kantor Imigrasi Depok secara rutin melakukan pengawasan terhadap orang asing. “Petugas tentunya akan mengambil tindakan apabila ada orang asing yang melanggar keimigrasian,” cetus Dadan.

Sementara Dadan mengaku, selama ini pihaknya tidak pernah menemukan adanya WNA yang menggelandang. “Selama ini tidak ada. Kalau pun ada itu pengungsi atau pencari suaka ada sekitar 121 orang, misalnya WN Afganistan,” tambah Dadan.

Hingga November 2017, Kantor Imigrasi Depok telah menerbitkan 1.331 izin tinggal bagi WNA. Dari 1.331, di antaranya 142 perpanjang visa on arrival, 377 perpanjangan izin kunjungan, 35 alih status izin kunjungan ke KITAS, dan 302 penerbitan KITAS baru.

Di banding 2016, jumlah penerbitan izin tinggal yang diterbitkan Kantor Imigrasi Depok pada tahun 2017 terjadi penurunan. Tahun 2016, Imigrasi Depok menerbitkan total 1.087 izin tinggal.

“Kemudian (izin tinggal) yang terbanyak berdasarkan warga negara yakni di urutan pertama Korea Selatan, kedua Jepang, kemudian India, Australia dan terakhir Malaysia,” sambung Dadan.

Adapun, penerbitan izin tinggal bagi WNA tersebut, rata-rata maksud dan tujuannya adalah untuk pendidikan, bekerja, keluarga, anak/suami/istri pengikut TKA (Tenaga Kerja Asing) dan agama. “Atau dalam rangka misionaris keagamaan, misalnya ada ulama dari Arab hendak melakukan ceramah di Depok, misalnya,” tuturnya. (sumber : detik.com)